
Akhir-akhir ini, warga Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Kab. Magelang diresahkan dengan rencana pembangunan pabrik pengolahan aspal atau Asphalt Mixing Plant (AMP) dan pabrik beton atau Batching Plant (BP) yang akan didirikan di tengah pemukiman warga. Pabrik yang sudah pada tahap pembuatan pondasi dan pemasangan alat-alat pabrik tersebut didirikan oleh PT. Surya Karya Setiabudi (SKS).
Keresahan warga tersebut sangat beralasan karena rencana pembangunan pabrik tersebut berada di kawasan pemukiman tidak berada di kawasan industri sebagaimana mestinya. Selain itu, pendirian pabrik tersebut juga belum memiliki ijin lingkungan (Amdal) tetapi sudah mulai melakukan pembangunan infrastruktur. Masyarakat menilai tindakan PT. SKS tersebut sebagai tindakan yang sewenang-wenang baik terhadap warga maupun terhadap peraturan yang berlaku.
PT. SKS memang berencana membangun pabrik tersebut tepat di belakang Masjid Al-Falah yang terletak di dusun seloiring. Lokasi pabrik tersebut berjarak tidak lebih dari 10 meter dari Masjid yang juga berdekatan dengan PAUD dan TK. Lokasi tersebut tepat berada di pinggir jalan raya Jogja – Magelang.

Arinto, perwakilan warga, mengatakan bahwa warga khawatir pendirian pabrik di lokasi pemukiman warga tersebut akan menimbulkan masalah dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pencemaran lingkungan yang pasti terjadi yakni pencemaran debu dan asap dari proses pengolahan aspal dan beton yang berbahaya bagi kesehatan warga. Kualitas air juga akan menurun dan berdampak pada warga Jumoyo dan sekitarnya. Belum lagi persoalan limbah cair yang dapat mencemari tanah pertanian warga.
Sementara itu, Harisuddin, tokoh agama setempat juga menyatakan keberatan dengan pendirian pabrik tersebut karena akan sangat menganggu aktivitas masjid maupun PAUD dan TK yang terlatak sekitar area masjid. Apabila dibiarkan, aktivitas masjid dan anak-anak akan menjadi korban utama dari pabrik tersebut.
Hari Purnomo, salah seorang ketua RT di wilayah tersebut juga mengkhawatirkan dampak getaran mesin pada radius 100 meter terhadap bangunan rumah warga dalam jangka panjang. Kerusakan struktur bangunan warga bisa saja terjadi dalam jangka waktu 2-5 tahun kedepan.

Agung, salah seorang warga menyatakan telah melaporkan pembangunan pabrik aspal tanpa ijin tersebut ke Gubernur Ganjar Pranowo. Gubernur akhirnya mengetahui persoalan ini dan meminta warga untuk terlebih dahulu melaporkan hal ini ke Bupati. Warga akhirnya menindaklanjuti hal ini dengan berkirim surat ke beberapa instansi termasuk Camat, Bupati, DPRD, dan Satpol PP.
Sebagaimana diketahui, pada tahun 1990 -1999 pernah berdiri pabrik serupa di Dusun Tegalsari yang ternyata membawa dampak polusi udara yang luar biasa bagi warga karena debu-debu sampai masuk ke rumah warga. Jalanan juga menjadi rusak parah akibat aktivitas proyek yang berjalan siang dan malam.
Warga menuntut agar PT. SKS segera menghentikan pembangunan pabrik tersebut dan segera memindahkan peralatan-peralatan proyek yang ada.
Dihubungi secara terpisah oleh Kompas, Anang Imamudin, juru bicara PT. SKS menyatakan tidak akan memaksakan pembangunan di lokasi tersebut. Pihak perusahaan memutuskan untuk membatalkan rencana pembangunan untuk sementara waktu.
“Kami juga tidak memaksakan pembangunan pabrik untuk harus di situ,” katanya.
Meski demikian, pihaknya mengaku akan tetap menjalin komunikasi dengan warga Dusun Seloiring. Apalagi keberadaan pabrik sebetulnya bisa dirasakan dan dimanfaatkan warga, seperti terbukanya lapangan kerja baru.
Jazim Ahmad, salah seorang tokoh warga berpendapat bahwa manfaat seperti terbukanya lapangan pekerjaan bagi warga sekitar tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan. “Dalam jangka panjang, madharat yang kami terima lebih besar daripada manfaatnya. Untuk apa sebagian warga mendapat pekerjaan di pabrik tapi kenyamanan dan kesehatan seluruh warga menjadi taruhannya..?” tegasnya. (IF&AW)