
Mencermati balon-balon (bakal calon) yang muncul untuk Pilkada di DKI Jakarta, saya masih berpendapat belum ada balon yang kualitasnya bisa setara atau diatas Basuki. Balon-balon yang muncul kualitasnya jeblok, jualan agama, sara, dan agenda tidak mutu lainnya. Berdasarkan survey-survey opini publik pun, Basuki bisa dikatakan diatas angin. Boleh saya katakan, kalau tidak ada kejadian luar biasa maka Basuki akan jadi Gubernur DKI 2017-2022.
Karena kemungkinan besar Basuki jadi Gubernur lagi, maka peran aktif masyarakat sipil tidak hanya memberi puja-puja saja, tetapi juga aktif memberikan kritikan sehingga kepemimpinan Basuki kedepan menjadi lebih baik. Menurut saya Basuki punya problem keberpihakan ke wong cilik, lebih dekat ke pemilik modal, dan terlalu abai dengan prinsip-prinsip universal human rights (boleh tidak setuju, silakan…).
Pemahaman dan kata-kata Basuki soal HAM yang benar-benar membuat saya khawatir adalah ketika rapat dengan Komunitas Ciliwung Merdeka (24 Juli 2015) dia bilang bahwa: “Kalau saya ditanya, ‘Apa HAM anda?’ Saya ingin 10 juta orang hidup, bila dua ribu orang menentang saya dan membahayakan 10 juta orang, (maka dua ribu orang itu) saya bunuh di depan anda..” Menurut saya pemahaman seperti ini bahaya karena pemahaman seperti inilah yang dipakai Soeharto selama bertahun-tahun berkuasa.
Lawan Basuki kali ini bukan Yusril, Sandi Uno, Lulung atau siapapun yang mau maju, lawan sesungguhnya adalah dirinya sendiri. Dengan modal dukungan masyarakat menengah, alangkah bersinarnya Basuki jika ia mampu welas asih ke kaum papa dan garang ke para pemilik modal yang hendak merusak tatanan.
INGAT.. Kita tidak sedang memperjuangkan kepentingan orang-per-orang, yang kita perjuangkan dari Demokrasi Prosedural seperti pemilu dan pilkada adalah Demokrasi Substansial yaitu kesejahteraan masyarakat seluruhnya; siapapun dia mau dia pekerja kantoran atau pengasong, nelayan maupun kuli panggul ikan. ***
Ditulis oleh Agung Wasono (April 2016)