033021af-ca9c-4285-bd58-fa89a8a5ddfa

Seminar Outlook Regulasi Keuangan 2017 (LANSKAP Indonesia & Bank Indonesia)

LANSKAP. Bandung – Direktur Eksekutif Departemen Hukum Bank Indonesia Rosalia Suci mengatakan pemerintah lebih baik memprioritaskan revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). “Kami melihat fiskal perlu penguatan karena ada short-fall. UU Pengampuan Pajak perlu dukungan reformasi di pajaknya,” kata dia di sela seminar ‘Outlook Regulasi Sektor Keuangan Tahun 2017’ yang diselenggarakan Lembaga Analisa Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik (LANSKAP Indonesia), di Bandung, Kamis, 25 Agustus 2016.

Bahkan, menurut Suci, revisi UU KUP saja tidak cukup. Revisi sejumlah UU lain dinilai juga perlu untuk mendukung implementasi UU pengampunan pajak, misalnya UU Perbankan. “Supaya ke depan bayang-bayang short-fall fiskal itu bisa di atasi kalau restrukturisasi perpajakan lebih baik.” Apalagi, ia menambahkan, tahun 2018 ada kewajiban untuk sharing informasi (kewajiban pajak) antar otoritas (dunia). “Bila tidak didukung revisi UU KUP dan UU perbankan yang diperbarui mengenai kerahasiaan perbankan malah tidak itu gak bisa jalan.”

Suci menambahkan revisi UU Perbankan juga diperlukan untuk mengendalikan kepemilikan asing di sektor perbankan. “Karena sekarang begitu terbuka. Keterbukaan itu perlu direvisi seberapa besar, karena tidak mungkin kita tidak membuka di masa globalisasi ini, dan diakui kita juga butuh modal asing. Tapi jangan sampai kehilangan kendali sama sekali,” kata dia.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Arif Wibowo mengatakan, revisi UU KUP harus tuntas tahun ini menindaklanjuti UU Pengampunan Pajak. “Materinya berat, KUP itu menyangkut berbagai macam ketentuan prinsip tentang perpajakan. Sebagian harus disesuaikan dengan UU Tax Amnesty meski UU itu berlaku sampai Maret 2017 saja,” kata dia.

Arif mengatakan, DPR telah menerima Surat Perintah Presiden (Surpres) tentang penunjukan kementerian yang mewakili pembahasan revisi UU KUP. Tapi pembahasan belum bisa dilakukan karena naskah akademik dan drafnya tidak kunjung dikirim pemerintah. “Surpres terbit, tapi barangnya gak ada, padahal urgen,” kata dia.

Selain itu, kata Arif, revisi UU perbankan juga harus dibahas tahun ini, menindaklanjuti UU Pengampunan Pajak. “Sebagian besar UU ekonomi, inisiatif pemerintah. Kalau inisiatif pemerintah, berarti DPR dalam posisi menunggu draf RUU dan naskah akademiknya. Kalau pemerintah tidak memberikan, tidak bisa dibahas.”

Arif pesimistis UU sektor keuangan yang disodorkan pemerintah dalam program legislasi nasional, bisa tuntas tahun ini. Dari 50 rancangan UU yang masuk program legislasi nasional, 10 di antaranya menyangkut sektor keuangan. Tiga yang sudah disahkan yakni UU Pengampunan Pajak, JPSK, serta Tabungan Perumahan Rakyat. Sisanya yakni RUU KUP, RUU Perbankan, RUU Peningkatan Pendapatan Asli Daerah, Revisi UU BI, OJK, serta BPK. “Tujuh ini kemungkinan diteruskan di prioritas 2017,” kata dia. ***

Sumber: Tempo

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s