Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), dikerjakan oleh pihak ketiga, telah selesai melakukan kegiatan pemberdayaan ekonomi berbasis digital di lingkungan pondok pesantren. Kegiatan dimaksudkan untuk pemberdayaan ekonomi kepada para santri dan masyarakat sekitar lingkungan pesantren dengan pemanfaatan perangkat digital. Untuk mencapai maksud tersebut, kegiatan yang dilaksanakan di 19 propinsi yang meliputi 50 kabupaten/kota dan 50 pondok pesantren ini diharapkan dapat menghasilkan 3 (tiga) hal utama yakni: pertama, tampilnya produk-produk setempat di market place e-commerce, kedua, terbentuknya jaringan komunikasi di lingkungan pesantren untuk keberlanjutan kegiatan, dan ketiga, terbentuknya kelas yang akan mengikuti program sekolah bisnis baik secara offline maupun online.
Kegiatan tersebut diatas sudah selesai dilakukan pada tahun 2019 ini dan dalam pelaksanannya dibagi menjadi 2 (dua) tahapan. Tahapan pertama dilakukan sepanjang Januari sampai Mei 2019 dan meliputi 30 titik pesantren di 30 kabupaten/kota yang berada di propinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Sementara tahap kedua dilakukan bulan Agustus sampai September 2019 yang meliputi 20 titik pesantren di 20 kabupaten/kota yang berada di propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Maluku, Nusa Tenggara Timur.
Sebagai salah satu cara untuk melihat efektivitas, manfaat dan catatan tindak lanjut dari kegiatan tersebut, BAKTI bersama dengan LANSKAP Indonesia melakukan evaluasi terhadap kegiatan tersebut dengan mengambil sampel di 6 (enam) propinsi dan 6 pesantren yakni di NTB (Lombok Barat), Sulteng (Donggala), Sulsel (Janeponto), NAD (Aceh SIngkil), Lampung (Lampung Barat), dan Kalimantan Barat (Sambas). Selain wawancara dengan pengasuh pesantren, perwakilan santri, dan observasi langsung tersebut, evaluasi juga dilakukan dengan meminta saran dari otoritas pesantren di Indonesia yakni melalui Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan lembaga Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) yang berkedudukan di Jakarta. Kegiatan observasi dan wawancara ini dilakukan pada bulan November 2019.
Secara umum, temuan LANSKAP Indonesia dalam evaluasi ini bisa dikelompokkan dalam 5 (lima) kluster temuan yakni:
- Teknis pelaksanaan: Teknis pelaksanaan kegiatan pemberdayaan ekonomi berbasis digital ini hanya dilakukan melalui satu kali tatap muka sosialisasi atau seminar. Meskipun kegiatan tersebut disambut positif pihak pesantren dan pejabat daerah setempat namun masih terdapat hal-hal yang dapat diitingkatkan terutama untuk pemberdayaan atau peningkatan kapasitas santri;
- Infrastruktur. Infrastruktur telekomunikasi dan internet di lingkungan pesantren sangat beragam. Ada beberapa pesantren yang sudah terjangkau akses internet 4G bahkan fiber optic/indihome namun mayoritas masih kesulitan mendapatkan akses internet yang cukup baik untuk mendukung kegiatan ekonomi berbasis digital;
- Sarana prasarana. Sarana dan prasarana yang dimiliki pesantren pada umumnya belum mendukung adanya pemberdayaan ekonomi berbasis digital. Meski mayoritas pesantren sudah memiliki laboratorium computer, jumlah komputer masih sangat terbatas dan hanya dipakai untuk pengenalan basik komputer seperti Microsoft office dan persiapan UNBK;
- Lingkungan pendukung. Pada umumnya, semua pesantren yang diobservasi tidak memperbolehkan santri membawa apalagi mengakses HP dan smartphone. Kegiatan berinternet juga sangat terbatas hanya ketika diberikan tugas yang berkaitan dengan pelajaran. Hal ini berdampak pada belum adanya produk pesantren yang dipasarkan melalui marketplace e-commerce karena kemampuan SDM yang sangat terbatas;
- Sasaran. Sasaran pesantren yang mendapatkan pelatihan atau pemberdayaan ekonomi digital tidak dipilih berdasarkan kriteria tertentu sebagai prasyarat kegiatan akan dilakukan hal ini menyebabkan intervensi yang dilakukan tidak tepat sasaran sehingga output yang hendak dicapai sulit tercapai. Selain itu, belum dilakukan pelibatan Ormas keagamaan untuk koordinasi guna keberlanjutan program ini. Ormas terbesar di Indoensia seperti Nahdlatul Ulama juga belum dilibatkan dalam desain dan implementasi program.
Dari lima kluster temuan atau kesimpulan tersebut, LANSKAP Indonesia memberikan rekomendasi agar:
- Apabila BAKTI akan melaksanakan kegiatan serupa tahun depan, maka teknis pelaksanaannya harus disesuaikan dengan ditambahkan sesi untuk training dan tindaklanjut. Bukan hanya kegiatan sosialisasi sehingga output yang diharapkan dapat dicapai;
- Dalam melakukan kegiatan, BAKTI perlu melakukan asesmen awal tentang kesiapan atau potensi kesiapan pondok pesantren dalam pemberdayaan ekonomi berbasis digital. Pemilihan pondok pesantren harus dilakukan sedemikian rupa sehingga pondok pesantren yang terpilih benar-benar pondok pesantren yang sudah siap;
- BAKTI dapat melakukan asesmen serta inisiasi pendirian Creative Innovation Hub (Pusat Inovasi Kreatif) di Pondok Pesantren yang telah memiliki resource SDM maupun infrastuktur IT yang cukup memadai;
- BAKTI dapat mempertimbangkan untuk memberikan bantuan atau hibah sarana-prasarana untuk mendukung percepatan pemberdayaan ekonomi berbasis digital di pesantren seperti laboratorium internet dan e-commerce, VSAT, dan atau sarana-prasarana lainnya;
- Untuk ketepatan sasaran dan memaksimalkan integrasi dan koordinasi, lembaga-lembaga yang mempunyai otoritas tentang pesantren seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Al-Washliyah, PERTI, atau ormas keagamaan lain dapat dilibatkan dalam melakukan desain kegiatan tahun-tahun yang akan datang;
- Selain itu, pendekatan tailor-made dan no one size fits all perlu diterapkan karena setiap pesantren memiliki tantangan dan keunggulan masing-masing. Pemberdayaan harus dimaknai sebagai proses yang bertahap dan berkesinambungan.
***
Dokumentasi foto:




