Berdasarkan pada rekapitulasi yang dilakukan oleh Kementrian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, jumlah anggaran dari APBN untuk penanggulangan kemiskinan selalu naik. Pada tahun 2010 anggaran untuk penanggulangan kemiskinan yang bersumber dari APBN naik Rp. 27,8 triliun dari Rp. 66,2 triliun pada tahu sebelumnya menjadi Rp. 94 triliun atau setara dengan kenaikan 42%. Namun angka kemiskinan hanya mampu turun kurang dari 1%. Anggaran yang digelontorkan akan lebih banyak lagi apabila kita juga melakukan perhitungan terhadap anggaran yang bersumber dari 33 provinsi dan 497 Kabupaten/Kota di Indonesia. Kondisi tersebut tentu seharusnya menjadi bahan diskursus bagi para pengambil kebijakan, karena dari data tersebut menunjukkan bahwa besar-kecilnya anggaran yang digelontorkan untuk program-program penanggulangan kemiskinan ternyata tidak secara signifikan mampu mempercepat penurunan angka kemiskinan.
Pusat Penelitian Ekonomi LIPI pada tahun 2011 menghitung biaya yang harus dikeluarkan untuk mengentaskan seseorang dari kemiskinan, dengan cara membagi besaran anggaran kemiskinan dengan besarnya penurunan jumlah penduduk miskin setiap tahun selama 2006-2010. Hasilnya didapat bahwa untuk penurunan satu orang miskin pada 2007 diperlukan biaya Rp 19,8 juta. Sedangkan untuk 2008 dan 2009 biaya yang diperlukan ternyata sedikit lebih besar, yaitu Rp 23,2 juta dan Rp 24,9 juta. Sedangkan dari APBN, biaya pengentasan seseorang dari kemiskinan pada 2010 menyedot dana nyaris dua kali lipat sebesar Rp 47 juta.
Banyak yang meragukan hasil perhitungan LIPI di atas, salah satunya karena perhitungan tersebut tidak mengakomodasi nilai riil atau besaran inflasi setiap tahun dari anggaran dimaksud. Namun jikapun besaran inflasi diperhitungkan, hasilnya ternyata juga tidak mempunyai pengaruh signifikan. Hal ini disebabkan karena angka inflasi selama periode 2007-2010 menunjukkan tren menurun, kecuali inflasi 2008 yang menembus dua digit sebesar 11,1%.
***